Makalah PLH : Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)

Selasa, 15 Januari 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Meningkatnya penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada berbagai kegiatan antara lain kegiatan perindustrian, kesehatan, maupun kegiatan rumah tangga dapat dipastikan akan menghasilkan limbah B3. Limbah tersebut akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan manusia bila tidak dikelola dengan benar. Keberadaan limbah B3 sebagian besar memang berasal dari sektor industri, namun limbah B3 dari sektor domestik atau yang disebut dengan sampah B3 permukiman juga perlu mendapat perhatian. Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Peraturan Pemerintah No. 18 Pasal 1 Tahun 1999).

B.       Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.     Bagaimana karakteristik dari bahan kimia B3?
2.     Bagaimana efek limbah B3 terhadap kesehatan manusia?
3.     Bersumber darimanakah limbah B3?
4.     Bagaimana hukum dalam penanganan B3?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui karakteristik dari bahan kimia B3.
2.    Untuk mengetahui efek limbah B3 terhadap kesehatan manusia.
3.    Untuk mengetahui sumber limbah B3.
4.    Untuk mengetahui hukum dalam penanganan B3.


BAB II
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

A.      Karakteristik Bahan Kimia
Berdasarkan hukum pasal 1 ayat 1 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Bahan Kimia B3 memiliki karakteristik berdasarkan klasifikasi B3 (Pasal 5 ayat 1 Pemerintah) sebagai berikut:
1.      Mudah meledak (explosive).
2.      Pengoksidasi (oxidizing).
3.      Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable).
4.      Sangat mudah menyala (highly flammable).
5.      Amat sangat beracun (highly flammable ).
6.      Sangat beracun (highly beracun).
7.      Beracun (mederately toxic).
8.      Korosif (corrosive).
9.      Bersifat Iritasi (irritant).
10.  Berbahaya bagi lingkungan(dangerous to the environment).
11.  Karsinogenik (carcinogenic).
12.  Teratogenik (teratogenic).
13.  Mutagenik (mutagenic).
Untuk mendeteksi kandungan B3 dalam limbah dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif adalah Screening test atau Fingerprint test. Uji kualitatif ini untuk mengetahui karakteristik suatu limbah dengan maksud untuk mengantisipasi langkah-langkah dan penanganan limbah tersebut serta untuk membedakan/mengidentifikasi suatu jenis limbah dengan limbah lainnya. Uraian beberapa parameter dalam Screening test / Fingerprint test yang dapat dijadikan indikasi awal karakteristik limbah B3 dijelaskan sebagai berikut:
1.      pH
Hasil pengukuran pH jika pH kurang lebih sama dengan 5 atau pH kurang lebih sama dengan 12,5, maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai golongan limbah B3 karena bersifat korosif.
2.      Reaktifitas Air
Reaktifitas air ini merupakan suatu parameter untuk menguji reaktifitas menggunakan air. Suatu limbah dapat dinyatakan bersifat reaktif apabila dalam pengujiannya terjadi gejala-gejala seperti adanya pelepasan gas, terbentuknya emulsi, perubahan temperatur dan lain-lain.
3.      Pengoksidasi
Dalam pengujian pengoksidasi ini apabila suatu limbah menunjukan adanya kandungan senyawa oksidan (oksidan positif), maka dapat diambil kesimpulan bahwa limbah tersebut mempunyai indikasi sebagai limbah B3. Karena apabila senyawa oksidan bercampur dengan senyawa organik dapat bereaksi secara spontan menghasilkan panas, gas atau bahkan menimbulkan ledakan.
4.      Mudah Terbakar
Seperti kita ketahui bahwa salah satu karakteristik bahan kimia B3 adalah mudah meledak atau mudah terbakar. Sehingga ketika suatu limbah didekatkan pada suatu nyala api , apabila sampel langsung terbakar maka dapat diindintikasi limbah tersebut memiliki karakteristik mudah terbakar.

5.      Kandungan Amonia
Dalam hal ini gas amonia pelu diuji karena termasuk gas yang beracun. Apabila suatu limbah mengandung gas amonia, dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu basa maka akan bersifat reaktif.
6.      Kandungan Sianida
Sama halnya dengan amonia, gas sianida ini merupakan gas yang beracun dan mematikan. Apabila suatu limbah mengandung sianida positif, maka dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu asam maka akan bersifat reaktif.
7.      Kandungan Sulfida
Gas sulfida merupakan gas yang beracun dan mematikan. Apabila suatu limbah mengandung sianida positif, maka dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu asam maka akan bersifat reaktif.
Limbah B3 memiliki sifat mudah terbakar dan meledak, dan limbah tersebut bisa berupa gas, cair, cair ataupun padat dengan karakteristik yang berbeda.
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai beberapa sifat berikut : 1) limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. 2) limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air. 3) apabila tercampur air akan meledak, menghasilkan gas, uap, asap beracun yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan. 4) limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang dapat membahayakan kesehatan manusia. 5) limbah yang mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25˚C,760 mmHG). 6) limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas/menerima oksigen.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut. Limbah yang menyebabkan infeksi ialah bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang bersifat : 1) menyebabkan iritasi pada kulit. 2) menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35mm/tahun dengan temperatur 55˚C. 3) mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam atau lebih besar dari 12,5 untuk bersifat basa.


B.       Sumber Limbah B3
Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
1.      Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (sebagaimana lampiran I tabel 1 PP 85/1999) yaitu limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya melainkan dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan dan lain-lain.
2.      Limbah B3 dari sumber spesifik (sebagaimana lampiran I tabel 2 PP 85/1999) yaitu sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
3.      Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi (sebagaimana lampiran I tabel 3 PP 85/1999).

C.      Dampak B3 terhadap Kesehatan Manusia
Limbah B3 masuk ke lingkungan melalui media air, tanah, udara, dan hewan / biota yang mempengaruhi secara kontinyu dan tidak kontinyu, bertahap dan seketika, teratur dan tidak teratur. Limbah B3 meracuni makhluk hidup melalui rantai makanan sehingga menyebabkan organisme (tumbuhan, hewan dan manusia) terpapar oleh zat-zat beracun.
Limbah B3 mempengaruhi kesehatan dengan mencelakakan manusia secara langsung (akibat ledakan, kebakaran, reaktif dan korosif) dan maupun tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi manusia. Zat toksik (racun) yang dihasilkan oleh limbah B3 masuk ke tubuh manusia melalui :
a.       Oral  yaitu melalui mulut dan kemudian saluran pencernaan, sulit mencapai peredaran darah.
b.       Inhalasi yaitu melalui saluran pernapasan, bersifat cepat memasuki peredaran darah.
c.       Dermal yaitu melalui kulit sehingga mudah masuk ke dalam peredaran darah.
d.      Peritonial yaitu melalui suntikan, langsung memasuki peredaran darah.
Dampak limbah B3 terhadap kesehatan manusia salah satu contohnya yaitu kasus Penyakit Minamata : Dipinggir teluk Minamata di Jepang bermukim rakyat nelayan. Para nelayan rupanya telah terbiasa mengkonsumsi ikan yang berasal dari teluk tersebut. Akan tetapi teluk tersebut sudah tercemar limbah, yang diakibatkan oleh beberapa industri membuang limbah ke teluk Minamata. Para ahli kimia pabrik mengatakan bahwa limbah pabrik mengandung methylmercury yang tidak berbahaya, namun kenyataannya fitoplankton, zooplankton dan ikan yang ada di teluk tetap hidup. Namun, setelah terakumulasinya methylmercury sekitar 10 tahun, tanpa disadari telah berlipat ganda ribuan kali mercury di dalam tubuh nelayan. Karena methylmercury termasuk logam berat, maka akan menimbulkan dampak kesehatan yaitu keturunan dari nelayan yang telah mengkonsumsi ikan dari teluk Minamata mengalami cacat jasmani dan mental. Jadi penyakit sejenis penyakit Minamata dapat terjadi dimana saja, melalui proses akumulasi dan penggandaan biologik.

D.      Toksikologi Limbah B3
Menurut PP No. 85 tahun 1999, selain berdasarkan sumber dan uji karakteristik, suatu limbah B3 dapat juga diidentifikasi berdasarkan uji toksikologi. Uji toksikologi digunakan untuk mengetahui sifat akut atau kronik limbah yang dimaksud. Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosis - respons antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai LD50.
LD50 (Lethal Dose fifty) adalah dosis limbah (gram / Kg Berat Badan) yang dapat menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis data secara grafis dan atau statistik terhadap hasil uji hayati tersebut. Sifat kronis limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik) ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat dalam limbah dengan cara mencocokkan zat pencemar tersebut dengan lampiran III PP 85/1999.

E.       Hukum dalam Penanganan Limbah B3
Limbah B3 perlu dikelola sebab jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar meningkat. Dengan beredarnya segala jenis limbah B3, maka banyak terjadi kasus-kasus kecelakaan, keracunan, atau gangguan kesehatan serta lingkungan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : penanganan dan penggunaan pestisida yang kurang baik dan tepat, peredaran bahan kimia berbahaya yang sudah dilarang (arsen, garam dan sianida), sistem pengemasan dan penandaan (simbol/label yang tidak memadai), sistem penyimpanan yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
Dengan kasus-kasus di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan limbah B3 yang baik dan benar. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut (PP No.18 & 85 tahun 1999). Dengan Pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi.
Penanganan limbah B3 secara umum dapat dilakukan dengan cara, diantaranya :
1.      Daur ulang atau recovery dengan memanfaatkan kembali bahan baku dengan metoda daur ulang atau recovery.
2.      Pembakaran (Insinerator) yaitu memusnahkan dengan cara pembakaran pada alat pembakar khusus.
3.      Proses detoksifikasi dan netralisasi dengan mengurangi kadar racun.
4.      Penimbunan / penanaman (Landfill). Penanganan secara penimbunan dilakukan terhadap limbah padat dan residu dari proses solidifikasi, sisa dari proses daur ulang, sisa pengolahan fisik-kimia, katalis, ter, lumpur padat (sludge) dan berbagai limbah yang tidak dapat diolah atau diproses lagi.


BAB III
KESIMPULAN

Untuk mengetahui suatu limbah merupakan limbah B3 atau bukan dapat dengan melakukan uji kualitatif dan kuantitatif. Dalam uji kuantitatif dapat menggunakan parameter pH, reaktifitas air, pengoksidasian, mudah terbakar, kandungan amonia, kandungan sianida dan kandungan sulfida.
Limbah B3 hasil buangan industri, kesehatan, maupun kegiatan rumah tangga yang dibuang ke lingkungan sangat berbahaya dan dapat merusak lingkungan. Maka dari hal tersebut tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negatif dari limbah B3, yang salah satu caranya yaitu dengan pengelolaan limbah B3 yang baik sesuai dengan Peraturan Pemerintah : PP No.18 Pasal 1 dan 85 Tahun 1999. Dan penanganan limbah B3 harus didukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat umum, guna mencegah peredaran limbah B3 yang berbahaya ini.


DAFTAR PUSTAKA

Koosbandiah, Hertien Surikarti. (2011). Tosikologi Lingkungan dan Metode Uji Hayati. Bandung : Rizqi Press.
Anonim. (2010). Pengelolaan limbah B3. [Online]. Tersedia : http://k3pelakan.blogspot.com/2010/11/pengelolaan-limbah-bahan-berbahaya-dan.html. [ 20 Maret 2012 ]
Anonim. (2011). Zat-zat Berbahaya dan Beracun. [Online]. Tersedia : http://belajar.kemdiknas.go.id/index5.php?display=view&mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Pengetahuan%20Populer/view&id=181&uniq=1477. [ 13 Maret 2012 ]

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa


Kegiatan Pembelajaran 3


Fungsi Apresiasi dan Kritik
dalam Pendidikan Seni Rupa


A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa

Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah apresiasi. Dalam bahasa sederhana, apresiasi berarti menerima, menghargai melalui proses yang melibatakan rasa dan fikir. Kegiatan apresiasi seni di masyarakat kita, begitu juga dalam penyelenggaraan pendidikan seni di kelas, sampai saat ini masih terbatas sekali dalam arti belum banyak dikembangkan. Walaupun sesungguhnya pada masa sekarang, anak-anak memiliki lebih banyak peluang untuk meningkatkan apresiasi dibandingkan dengan zaman dahulu. Kini teknologi elektronika, khususnya reproduksi dan percetakan sudah maju. Karya-karya terkenal dapat diperlihatkan guru kepada para siswa di sekolah. Pameran-pameran seni juga lebih sering diselenggarakan.
Tetapi yang lebih penting lagi, peningkatan apresiasi dapat dilakukan dari tingkat dasar yang sederhana, dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya, dilakukan guru di dalam kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek : mata (pengamatan) dan rasa (penghayatan), melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur menarik dari suatu karya.
Secara lebih luas, apresiasi dilakukan bukan hanya terhadap karya seni tetapi juga terhadap keindahan di alam. Siswa diajak “melihat” keindahan yang ada di mana-mana. Keindahan atau kemenarikan hasil karya ditunjukkan guru (lebih tepat: disarankan), dengan catatan bukan mutlak harus diterima siswa. Dengan banyaknya melihat unsur-unsur yang indah/artistik, maka terciptalah pola gambaran mental pada dirinya tentang apa-apa yang dianggap kebanyakan orang sebagai hal yang indah/seni. Selanjutnya ia akan memilih, hal-hal apa yang secara individual menarik bagi dirinya. Di sinilah letak kebebasan siswa untuk menerima atau menolak, menyenangi atau kurang menyenangi sesuatu yang memungkinkan dirinya memiliki kepekaan individual (sebagai apresiator) maupun gaya individual (jika ia berkarya).  
Menurut Lowenfeld (1982), diskusi tentang aspek-aspek desain (harmoni, keseimbangan, ritme, kesatuan, pusat perhatian, dsb) akan membentuk kesadaran anak terhadap kualitas baik-buruk karya seni dan dengan demikian apresiasi seni akan terbentuk. 
Hal-hal yang dibicarakan dalam diskusi tersebut meliputi antara lain :
1.      Judul-judul atau objek yang digambarkan: apa yang tampak, apa yang aneh, apa yang menarik. Pada tahap usia SD, yang disukai anak umumnya penggambaran secara visual yang “hidup”, bukan karya-karya abstrak atau yang memerlukan renungan mendalam. 
2.      Warna. Dipertanyakan mana yang disukai, mana warna yang kurang kuat (kabur), mana yang menurut mereka aneh atau ganjil.
3.      Penempatan. Dipertanyakan, bagaimana kesesuaian ukuran gambar dengan bidang gambar, distimulasi perlunya keseimbangan, untuk meningkatkan kepekaan komposisi.
4.      Pemanfaatan media. Dipertanyakan kemungkinan-kemungkinan teknik penggunaan media, sifat khas media serta cara-cara orang lain yang berhasil menggunakannya.
Perlu dikemukakan di sini bahwa pengembangan apresiasi seni untuk SD hendaknya lebih diutamakan secara terpadu dengan kegiatan praktek, jadi bukan tersendiri misalnya dua jam pelajaran memberi ceramah tentang macam-macam apresiasi seni. Anak dapat dibimbing untuk mendiskusikan karyanya sendiri atau mengapresiasi karya temannya

B. Kritik Seni dalam Pendidikan Seni Rupa

Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticism) adalah tipe kritik yang dilakukan oleh seorang guru (pendidik) terhadap karya siswanya dalam usaha mengembangkan proses pembelajaran yang bermuatan kreasi dan apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa, seorang pendidik memiliki peranan sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi, responsi, evaluasi, reinforcement. Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi untuk membina kemandirian kreasi dan ekspresi diri anakdidik (Siswa). Tidak menghakimi siswa dengan putusan nilai  yang kuantitatif, namun lebih mengarah kepada penguatan  the student’s artistic personality.
Jika kita tinjau dari sudut kependidikan, kritik menempati  posisi yang integratif dengan sistem pembelajaran.  Kritik dalam proses belajar - mengajar akan selalu muncul  tak terpisahkan dengan dengan metoda mengajar, strategi belajar-mengajar, dan evaluasi. 
Kritik lisan yang disampaikan Pendidik dalam kelas terhadap karya Siswa sebagai bukti bahwa Pendidik berusaha untuk membangun artistic personality Siswa.  Hal itu tidak lepas dari keseluruhan proses pembelajaran.  Berbeda dengan evaluasi. Evaluasi diberikan oleh Pendidik kepada Siswa dalam upaya untuk mengetahui keberhasilan proses belajar - mengajar, dan dilakukan di akhir suatu program (misalnya tes formatif, sumatif, dsb.). Evaluasi terpisah dari keseluruhan proses pembelajaran. Pembobotan nilai dalam kritik pun berbeda dengan evaluasi biasa.

C. Pendidikan melalui Kritik dan Apresiasi Seni
Pembelajaran apresiasi dan kritik seni tidak saja berfungsi dalam pembelajaran seni tetapi dapat juga diimplementasikan untuk pembelajaran lainnya. Implementasi kritik dan apresiasi menumbuhkan sikap yang mendukung anak dalam: (1) pembelajaran sosial, (2) membangun kemitraan dengan komunitas, (3) menjadi peneliti yang aktif, (4) menjadi komunikator yang efektif dan (5)  partisipasi dalam kehidupan yang saling berketergantungan.

1. Pembelajaran Sosial
Kompetensi untuk menilai dan menghargai karya seni menumbuhkan sikap untuk menghargai fenomena sosial lainnya. Ketika para siswa mengambil bagian dalam apresiasi praktek seni yang ada di masyarakat, mereka mengembangkan suatu pemahaman tentang dinamika masyarakat dalam konteks budaya, sosial, ekonomi dan historis tertentu dan berbagi makna sosial yang diproduksi dan dihargai oleh kelompok masyarakat tersebut. Melalui kegiatan dan pengalaman ini, para siswa mengembangkan keterampilan interaktif, kepercayaan sosial, pemahaman dinamika kelompok dan kemampuan untuk merundingkan dalam kelompok ketika mereka bekerja ke arah suatu tujuan bersama. Hal ini akan mendidik mereka untuk memahami perasaan mereka sendiri, tanggapan secara emosional dan orang lain seperti halnya ketika mereka terlibat dalam, dan merefleksikan, sebuah pengalaman seni. Kondisi ini membawa mereka ada dalam situasi yang memungkinkan untuk berempati dengan yang lain, berbagi kegembiraan, mengatur frustrasi dan menghadirkan perasaan ketika menciptakan produk seni.

 

2. Membangun kemitraan dengan komunitas

Apresiasi seni dapat menciptakan kebersamaan di antara para siswa dan anggota sekolah, masyarakat sekitar dan komunitas seni. Kemitraan ini melibatkan siswa dalam pendekatan dengan banyak orang, pengalaman dan konteks. Beberapa siswa dapat mengakses manfaat pribadi melalui pengalaman seni yang ada di masyarakat ini seperti halnya pengalaman belajar yang diciptakan di sekolah. Mengembangkan kemitraan dengan pihak yang menawarkan keikutsertaan dalam berbagai program seni memungkinkan untuk menghubungkan pelajaran di dalam sekolah dengan realitas yang ada dimasyarakat. Kemitraan juga menyediakan peluang untuk menginformasikan masyarakat tentang pendidikan di dalam dan melalui aktivitas seni.
Dengan asumsi sumber daya masyarakat dan sekolah berbeda, aktivitas belajar dapat diperkaya dengan membangun kemitraan dengan orang lain pihak yang terlibat dalam seni. Orang tua, anggota masyarakat, pengurus seni (arts administrators), seniman lokal, para guru dan para pekerja industri seni dapat memberi dukungan dengan berbagi kegiatan, pengalaman, keahlian, keterampilan dan cara kerja mereka menggunakan material serta praktek.
Kemitraan dengan komunitas dapat juga memperkaya aktivitas pelajaran yang ditawarkan ke para siswa dengan menyediakan akses ke peralatan, fasilitas, musium, dan kegiatan seni di masyarakat. Pengertian yang mendalam terhadap praktek seni dapat disajikan melalui pengalaman seniman dalam program sekolah, karya seni yang asli dan “ruang” aktivitas seni di luar kelas, “ruang” publik dan “ruang” virtual. Kegiatan ini berharga bagi para siswa dan anggota masyarakat karena memiliki peluang untuk berinteraksi dan berkolaborasi pada proyek seni dalam situasi belajar di kehidupan nyata.
Penghargaan dan pemahaman tentang keaneka ragaman budaya dan sifat alami saling berhubungan antara seni dan budaya mungkin dieksplorasi dengan jalan yang penuh makna. Hal ini ditingkatkan melalui representasi praktek seni dan seniman-seniman tradisi yang lahir dari budaya asli yang ada di masyarakat ke dalam lingkungan sekolah.
Kemitraan dengan masyarakat pedalaman dan penduduk asli, misalnya, menyediakan peluang belajar yang cukup esensial bagi siswa. Masyarakat semacam ini sering mempunyai kultur dengan suatu orientasi lisan dan pendekatan holistik kepada transmisi pengetahuan budaya. Ekspresi dari identitas budaya, sejarah, hukum, hubungan dengan alam dan sistem kekerabatan melalui suatu variasi makna artistik menyediakan pengalaman belajar yang kaya bagi para siswa. Untuk menciptakan dan memelihara kemitraan dengan masyarakat pedalaman atau penduduk asli, peserta belajar harus menghormati protokol dan prosedur yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Efektivitas dari proses pembelajaran melalui program kemitraan ini, dapat dilakukan dengan mencari pembimbing (guidance) dari kelompok pribumi, organisasi dan anggota masyarakat yang relevan.

3. Menjadi peneliti yang aktif
Melalui kegiatan apresiasi dan kritik pada dasarnya siswa melakukan kegiatan penelitian. Sebagai peneliti yang aktif, para siswa membangun makna melalui apresiasi dan kritik apa yang mereka selidiki, uraikan dan prediksi. Mereka mempelajari dan menemukan sendiri jalan yang efektif untuk mengakui adanya berbagai perspektif dan untuk menghadapi tantangan perbedaan pandangan, metoda dan kesimpulan. Para siswa menggunakan berbagai teknik dan teknologi dan menerapkannya dalam apresiasi dan kritik untuk menyelidiki dan menganalisa secara tekstual maupun kontekstual. Sikap ini akan membantu kepekaan siswa terhadap aspek gagasan yang bersifat intuitif dan berlangsung sesaat dari banyak proses dan produk seni sehingga peluang terhadap penemuan dapat segera dikenali dan diselidiki (dikaji dengan kritis).

4. Menjadi komunikator yang efektif
Mempresentasikan tanggapan dalam pembelajaran kritik dan apresiasi dapat mendorong siswa menjadi komunikator yang efektif. Kompetensi ini menuntut para siswa mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan dengan penuh percaya diri di dalam berbagai konteks dan untuk komunikan yang berbeda. Mereka belajar untuk menggunakan berbagai sistem simbol, bahasa, bentuk dan proses seni ketika merumuskan, mengkomunikasikan serta membenarkan pendapat dan gagasan. Para siswa memahami bahwa karya seni berfungsi juga sebagai media komunikasi yang membawa nilai-nilai didalamnya sebagai konstruksi kenyataan dan imajinasi, serta mempunyai kapasitas untuk menimbulkan tanggapan.

 5.  Partisipan dalam kehidupan yang saling berketergantungan.

Dengan mengambil bagian, mengapresiasi dan mengkritisi pengalaman, produk dan capaian seni, para siswa mulai untuk mencerminkan, bereaksi dan mengevaluasi peran seni di dalam masyarakat yang berbeda. Para siswa mengembangkan suatu pemahaman yang meningkatkan kualitas diri mereka sebagai anggota budaya dan masyarakat masa lampau, hari ini dan masa depan di mana mereka dapat berkontribusi didalamnya.
Melalui negosiasi dan bekerja sama dalam pengambilan keputusan, serta aktif secara efektif di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama, para siswa belajar mengidentifikasi dan menerapkan keterampilan antar budaya dan antar pribadi yang berbeda. Kemampuan ini dapat mengembangkan suatu kapasitas untuk mengatasi kerancuan dan kompleksitas di dalam dunia dari perubahan budaya, sosial, teknologi dan ekonomi yang cepat terutama dalam era globalisasi saat ini (lihat Duncum, 2001)

Rangkuman
Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting adalah apresiasi. Dalam pembelajaran seni rupa, peningkatan apresiasi dapat dilakukan dari tingkat dasar yang sederhana, dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya, dilakukan guru di dalam kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek: mata (pengamatan) dan rasa (penghayatan), melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur menarik dari suatu karya.
Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticism) adalah tipe kritik yang dilakukan oleh seorang guru (pendidik) terhadap karya siswanya dalam usaha mengembangkan proses pembelajaran yang bermuatan kreasi dan apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa, seorang pendidik memiliki peranan sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi, responsi, evaluasi, reinforcement. Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi untuk membina kemandirian kreasi dan ekspresi diri anakdidik (Siswa). Guru tidak menghakimi siswa dengan putusan nilai  yang kuantitatif, namun lebih mengarah kepada penguatan  the student’s artistic personality.
            Pendidikan melalui Kritik dan Apresiasi Seni memberikan manfaat dalam (1) pembelajaran sosial, (2) membangun kemitraan dengan komunitas, (3) menjadi peneliti yang aktif, (4) menjadi komunikator yang efektif dan (5)  berpartisipasi dalam kehidupan yang saling berketergantungan.

Latihan
Kumpulkan gambar anak sekolah dasar dari berbagai tingkatan umur dan kelas kemudian lakukan simulasi mendiskusikan karya-karya tersebut dalam kegiatan apresiasi atau kritik karya seni. Catat semua tanggapan yang muncul saat diskusi, kemudian bandingkan hasil tanggapan dari masing-masing gambar tersebut dan susun dalam sebuah karya tulis ilmiah.

Test Formatif 3

Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan
1.       Dalam bahasa sederhana, apresiasi berarti menerima, menghargai melalui proses yang melibatakan
a. tubuh dan otak
b. rasa dan fikir
c. jiwa raga
d. semua organ tubuh
2.       Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek : ........................... melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur menarik dari suatu karya.
a. mata (pengamatan) dan rasa (penghayatan),
b. telinga (pengamatan) dan rasa (penghayatan),
c. hidung (pengamatan) dan rasa (penghayatan),
d. mulut (pengamatan) dan rasa (penghayatan),
3.       Menurut Lowenfeld (1982), diskusi tentang aspek-aspek ................. akan membentuk kesadaran anak terhadap kualitas baik-buruk karya seni dan dengan demikian apresiasi seni akan terbentuk.
a. psikologi
b. desain
c. anak
d. pembelajaran
4.       Hal-hal yang dibicarakan dalam diskusi untuk membentuk kesadaran anak terhadap kualitas baik-buruk karya seni tersebut meliputi antara lain :
a. Warna
b. Pemanfaatan media
c. Penempatan
d. a, b dan c benar
5.       Tipe atau jenis kritik yang digunakan dalam pendidikan seni rupa adalah
a. kritik pedagogik
b. kritik analogik
c. kritik sinergi
d. kritik anastesi
6.       Kritik lisan yang disampaikan Pendidik dalam kelas terhadap karya Siswa sebagai bukti bahwa Pendidik berusaha untuk membangun .................siswa
a. artistic motoric
b. artistic performance
c. artistic vision
d. artistic personality
7.       Kondisi yang membawa anak dalam situasi yang memungkinkan untuk berempati dengan yang lain, berbagi kegembiraan, mengatur frustrasi dan menghadirkan perasaan ketika menciptakan produk seni merupakan implementasi kritik dan apresiasi dalam pendidikan seni yang mendukung anak dalam…..
a. pembelajaran sosial
b. membangun kemitraan dengan komunitas
c. menjadi peneliti yang aktif
d. menjadi komunikator yang efektif
8.       Penghargaan dan pemahaman tentang keaneka ragaman budaya dan sifat alami saling berhubungan antara seni dan budaya mungkin dieksplorasi dengan jalan yang penuh makna. Hal ini ditingkatkan melalui representasi praktek seni dan seniman-seniman tradisi yang lahir dari budaya asli yang ada di masyarakat ke dalam lingkungan sekolah. Pernyataan tersebut merupakan implementasi kritik dan apresiasi dalam pendidikan seni yang mendukung anak dalam…..
a. pembelajaran sosial
b. membangun kemitraan dengan komunitas
c. menjadi peneliti yang aktif
d. menjadi komunikator yang efektif
9.       Anak mempelajari dan menemukan sendiri jalan yang efektif untuk mengakui adanya berbagai perspektif dan untuk menghadapi tantangan perbedaan pandangan, metoda dan kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan implementasi kritik dan apresiasi dalam pendidikan seni yang mendukung anak dalam…..
a. pembelajaran sosial
b. membangun kemitraan dengan komunitas
c. menjadi peneliti yang aktif
d. menjadi komunikator yang efektif
10.   Mempresentasikan tanggapan dalam pembelajaran kritik dan apresiasi dapat mendorong siswa menjadi…….
a. pembelajaran sosial
b. membangun kemitraan dengan komunitas
c. menjadi peneliti yang aktif
d. menjadi komunikator yang efektif




Untuk melihat kemampuan anda, coba cocokan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif ini yang terdapat pada akhir Bahan Belajar Mandiri ini. Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap Materi Kegiatan Pembelajaran  ini.

Rumus:
Tingkat penguasaan=  ­­­­­­­Jumlah Jawaban Anda yang benar   x 100%
                                                            10
Arti tingkat penguasan yang Anda capai:
90 - 100%        = baik sekali
80 -  89%         = baik
70 - 79%          = cukup
    < 70%          = kurang

Catatan: Bila Anda mencpai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan ke Bahan Belajar Mandiri ini, tetapi bila tingkat penguasan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai.


Daftar Pustaka
Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto, 1994.
Ganda Prawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia.
Lowenfeld, Victor, (1982), Creative and Mental Growth, New York: McMillan
Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika,  IKIP Semarang Press, Semarang, 1993

Teori Probabilitas

ELTRAMUS PGSD

Akuarium Ku

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info
Blogger Templates
Diberdayakan oleh Blogger.