Bantahan Berita Bumi Gelap 23-25 Desember 2012

Senin, 17 Desember 2012



Karena bertanya kepada teman yang mengerti akan astronomi, dia menunjukkan bahwa bumi baik pada tanggal 23, 24 ataupun 25 Desember 2012 tidak ada yang menunjukkan tanda sejajar yang bisa membuat bumi bisa gelap.


Seperti gambar tersebut, terlihat bahwa antara Merkurius, Venus dan Bumi tidak ada tanda-tanda sejajar yang bisa membuat bumi bisa gelap. Sedangkan planet yang lain tidak diperhitungkan karena berada dibelakang bumi terhadap matahari

Demikianlah sedikit bukti dari saya yang awam ini bahwa berita tentang bumi gelap tanggal 23-25 Desember 2012 karena sejajarnya alam semesta adalah Hoax.
Semoga Bermamfaat

Contoh Proposal Penelitian Pak Arie Rakhmat Riyadi

Kamis, 13 Desember 2012


A.      Judul Penelitian
 PROGRAM BIMBINGAN BIDANG PRIBADI-SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI SISWA SMP NEGERI 43 BANDUNG (Studi Deskriptif-Pengembangan Pada Siswa Kelas Viii Tahun Ajaran 2009/2010)”.

B.       Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Jangankan seseorang yang lahir dari rahim yang sama, mereka yang mempunyai kembaran identik saja masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang dibawanya. Keragaman atas keunikan yang dimiliki manusia tersebut menjadi dasar bagi perlunya optimalisasi potensi personal, sehingga terarah pada jalur yang benar, normatif, sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat dimana dirinya berada.
Kajian terhadap keunikan manusia mendorong munculnya pendidikan dalam arti luas yang diarahkan untuk memfasilitasi tumbuh-kembangnya karakter-karakter unik yang positif secara optimal. Dalam arti sempit, pendidikan yang diselenggarakan di sekolah seyogianya menyediakan ruang bagi keunikan individu (siswa) untuk berkembang optimal sehingga mampu menumbuhkan  rasa percaya diri tidak saja atas penilaiannya secara subjektif, tapi juga secara objektif berdasarkan perspektif lingkungan masyarakat sekitarnya.
Rasa percaya diri yang positif didorong oleh kondisi olah rasa penghargaan terhadap diri, baik melalui pandangan personal maupun pandangan lingkungan terhadap diri individu yang bersangkutan. Di sini harga diri menunjukkan peran yang signifikan dalam optimalisasi keunikan individu. Keunikan individu, siswa dalam arti sempit, dapat didorong dengan cara meningkatkan harga diri yang bersangkutan. Mana mungkin seseorang akan tumbuh dengan keunikannya, bila dirinya tidak percaya diri dan, bahkan lebih parah lagi bila lingkungan mengaggap remeh yang bersangkutan tentu yang ada adalah perasaan rendah diri atau istilah tenarnya di kalangan siswa disebut “minder”.
            ”Apalah arti sebuah harga diri?” Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah jelas, berarti,dan malah penting sekali dimiliki oleh individu dalam menjalani kehidupannya. Harga diri (self-esteem) mengandung pengertian ”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji  individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain (Sriati, 2008).
            Harga diri dalam pembicaraan sehari-hari lebih sering dikaitkan dengan situasi tersinggung atau penghargaan terhadap diri maupun orang lain yang dinilai melalui perilaku orang yang bersangkutan. Misalnya ungkapan “Dia tidak punya harga diri”, atau “Nggak PD” (PD = percaya diri). Ungkapan-ungkapan seperti ini memang tidak terlalu tepat dalam konteks psikologi, namun tetap menggambarkan arti penting dari harga diri.
Harga diri itu sendiri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap–sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari–hari. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini.
 Seorang siswa yang memiliki harga diri yang cukup positif, dia akan yakin dapat mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan. Pada gilirannya, keyakinan itu akan memotivasi remaja tersebut untuk sungguh-sungguh mencapai apa yang diinginkan. Sebaliknya, seorang remaja yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Di samping itu remaja dengan harga diri yang negatif cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Pada remaja yang memiliki harga diri negatif inilah sering muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, mereka mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang, seolah-olah, membuat dia lebih berharga. Misalnya, dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-temannya. Dari sinilah kemudian muncul penyalahgunaan obat atau berkelahi, misalnya, yang dilakukan demi mendapatkan pengakuan dari lingkungannya.
Tidak semua kompensasi harga diri negatif menyebabkan perilaku negatif. Ada juga yang menyadari perasaan rendah diri kemudian mengkompensasikannya melalui prestasi dalam suatu bidang tertentu. Dalam hal ini, prestasi apapun yang dicapai, akan meningkatkan harga diri seseorang.
Berkaitan dengan masa perkembangan remaja, hasil-hasil studi yang panjang di berbagai negara menunjukkan bahwa masa yang paling penting dan menentukan perkembangan harga diri seseorang adalah pada masa awal remaja. Pada masa inilah terutama seseorang akan mengenali dan mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya, sehingga menentukan apakah ia akan memiliki harga diri yang positif atau negatif (Tambunan, 2001: http://www.e-psikologi.com/remaja/240901-1.htm).
Tentu harapan semua pendidik ingin tujuan pendidikan yang telah dicanangkan baik di tingkat nasional hingga tingkat satuan sekolah ingin dicapai dengan sempurna. Dalam hal ini tidak ketinggalan juga tujuan-tujuan pendidikan yang didistribusikan ke dalam pelayanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah. Yang menjadi isi bagi pencapaian tujuan BK yang dimaksud adalah Standar Kompetensi Kemandirian siswa. Disebutkan bahwa dalam masalah pengembangan diri, peserta didik khususnya siswa SMP diharapkan: mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan sosial (pengenalan), menerima keunikan diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya (akomodasi), dan menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman. Kemudian tentu saja berhubungan dengan kesadaran gender, dimana seorang siswa diharapkan dapat  berkolaborasi secara harmonis dengan lain jenis dalam keragaman peran (Rambu-rambu Penyelenggaraan BK di Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Dalam buku Rambu-rambu Penyelenggaraan Layanan BK di Jalur Pendidikan Formal (2007) dikatakan secara khusus self-esteem (dalam penelitian ini, Harga Diri) disebut pada urutan pertama sebagai materi yang baku dalam pelayanan dasar, sehingga keberadaannya ”wajib” ada sebab menjadi dasar pencapaian Standar Kompetensi Kemandirian siswa.
            Sayang, pentingnya harga diri sebagai bagian dari kepribadian individu dalam menjalani kehidupan bahkan secara eksplisit dijabarkan dalam buku Rambu-rambu Penyelenggaran Layanan BK di Jalur Pendidikan Formal tidak menjadi perhatian konselor di sekolah-sekolah termasuk di SMP Negeri 43 Bandung. Atau, katakanlah memang banyak pengembangan program-program bimbingan ke arah peningkatkan Harga Diri siswa tetapi masih bersifat retorik – non-aplikatif dan hanya menjadi pajangan di rak-rak buku saja.
Sehubungan dengan kondisi itu, peneliti yang saat ini bekerja sebagai konselor sekolah SMP Negeri 43 Bandung, yang notabene belum memiliki katakanlah suatu bentuk perhatian terhadap peningkatan harga diri siswa yang baik di sekolah, merasa berkewajiban mengembangkan sebuah ”program bidang bimbingan pribadi-sosialuntuk meningkatkan harga diri para siswa” terutama untuk menjadi lebih baik dan lebih postif diarahkan pada pencapaian prestasi akademik yang optimal. Program yang dimaksud akan menjadi dasar bagi intervensi perlakuan terhadap para siswa yang menjadi anggota bimbingan di sekolah dan lebih luas dari itu diharapkan menjadi rujukan bagi konselor-konselor bahkan peneliti yang merasa berkepentingan dengan program yang dikembangkan pada penelitian ini.

B.     Batasan dan Rumusan Masalah Penelitian
1.       Batasan Masalah Penelitian
Uraian latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya secara aktual membatasi penelitian ini pada pengembangan suatu program bimbingan bidang pribadi-sosial untuk meningkatkan harga diri siswa yang secara kontekstual ditujukan pada siswa SMP Negeri 43 Bandung baik laki-laki maupun perempuan, khususnya mereka yang berada di kelas VIII. Pemilihan kelas VIII dilatar belakangi anggapan bahwa di lingkungan sekolah para siswa tingkat ini berada pada situasi transisi adaptasi perilaku dari yang mulanya penuh keengganan pada kelas VII dengan situasi bebas tertekan pada kelas IX – bebas karena merasa paling tua; tertekan karena akan meninggalkan sekolah untuk jenjang lebih tinggi atau tidak melanjutkan.
Secara konseptual, penelitian ini dibatasi pada pengembangan program bimbingan bidang pribadi-sosialyang didasarkan pada buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal yang dikeluarkan oleh Depdiknas 2007 khususnya pada bagian Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.  
Kemudian, konsep harga diri yang menjadi dasar pengembangan program yang dimaksud dalam penelitian ini, dirujuk secara teoretik dari hasil kajian Bush tahun 1991 tentang harga diri (self-esteem) yang lengkap secara konsep, konstruk maupun pengukurannya.

2.      Rumusan Masalah Penelitian
Hasil akhir dari penelitian ini adalah sebuah program bimbingan bidang pribadi-sosial untuk meningkatkan harga diri siswa SMP Negeri 43 Bandung, khususnya siswa kelas VIII. Program ini dikembangkan berdasarkan gambaran objektif yang diperoleh dari pengumpulan data dari siswa sampel secara langsung beserta kajian teoretik yang mendalam tentang harga diri remaja dari berbagai sumber yang relevan. Dengan demikian permasalahan utama dalam penelitian ini adalah ”bagaimana bentuk program bimbingan bidang pribadi-sosial yang dapat meningkatkan harga diri siswa SMP khususnya kelas VIII?”. Untuk menjawab masalah itu, dibuat beberapa pertanyaan penelitian yang mengarahkan pada jawaban terhadap permasalahan utama penelitian itu.
a.        Bagaimana profil harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung tahun ajaran 2009/2010?
b.        Bagaimana gambaran implementasi program kegiatan layanan bimbingan pribadi-sosial yang telah ada selama ini di SMP Negeri 43 Bandung khususnya bagi pengembangan harga diri siswa?
c.        Bagaimana bentuk program bimbingan bidang pribadi-sosial untuk meningkatan harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung tahun ajaran 2009/2010?

C.      Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel utama penelitian ini adalah program bimbingan bidang pribadi-sosial dengan objek kajian harga diri sebagai substansi materi intervensi terhadap subjek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami masalah penelitian, maka istilah-istilah dalam judul penelitian ini dijelaskan masing-masing batasannya secara operasional dalam uraian berikut.
Harga Diri siswa dibatasi sebagai keselarasan antara rasa percaya diri (confidence) yang bersumber dari kualitas total individu, dengan dorongan untuk mencintai diri (self-love) yang bersumber dari pandangan (instrumental) lingkungan (munculnya batasan ini dikaji dalam bagian studi pustaka/kajian teoretik pada proposal ini).
Dengan demikian, program bimbingan bidang sosial-pribadi untuk meningkatkan Harga Diri siswa SMP Negeri 43 Bandungmerupakan suatu kerangka konseptual-teoretik dan empirik yang bersifat hipotetikuntuk menyelaraskan confidence (faktor internal) dengan self-love (faktor eksternal) yang ada dalam diri siswa, diarahkan bagi pencapaian Harga Diri yang baik dan optimal sesuai norma yang berlaku di masyarakat tempat di mana siswa tinggal.
Program yang dikembangkan ini sifatnya descriptive – developmental melalui kurikulum bimbingan yang khusus dijabarkan dari konsep Bush tentang Harga Diri. Pengembangan program bimbingan bidang pribadi-sosial dalam penelitian ini merujuk pada buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal yang dikeluarkan oleh Depdiknas 2007 khususnya pada bagian Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Sistematika pengembangan program itu sendiri mencakup: (1) rasional; (2) visi dan misi; (3) deskripsi kebutuhan; (4) tujuan program; (5) komponen program; (6) rencana operasional; (7) pengembangan tema/topik; (8) pengembangan satuan pelayanan; (9) evaluasi; dan (10) anggaran.

D.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh program bimbingan bidang pribadi-sosialuntuk meningkatkan harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung. Secara detail tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini meliputi hal-hal berikut.
1.        Mengetahui profil harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung tahun ajaran 2009/2010.
2.        Memperoleh gambaran implementasi program kegiatan layanan bimbingan pribadi-sosial yang telah ada selama ini di SMP Negeri 43 Bandung khususnya bagi pengembangan harga diri siswa.
3.        Memperolah program bimbingan bidang pribadi-sosialuntuk meningkatan harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung tahun ajaran 2009/2010.



E.       Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat dalam dua kerangka berikut.
Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan memberikan penjelasan deskriptif tentang perkembangan harga diri pada remaja secara konseptual berbasis data, dan memperkaya jenis program bimbingan bidang sosial-pribadi khususnya yang diarahkan untuk meningkatkan Harga diri siswa secara umum.
Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dasarnya memiliki dua produk, yaitu: (1) program bimbingan bidang sosial-pribadi untuk meningkatkan Harga diri siswa; dan (2) data deskriptif tentang kondisi objektif harga diri siswa pada sekolah yang menjadi tempat penelitian. Diharapkan kedua hal ini dapat menjadi bermanfaat pada beberapa konteks kepentingan berikut.
1.    Bagi konselor, program yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk memberikan wawasan, pengertian, pemahaman, dan pengembangan perilaku yang lebih positif pada siswa SMP dalam konteks harga diri, khususnya yang diarahkan kaitannya guna pencapaian salah satu kompetensi kemandirian siswa, yakni (1) masalah pengembangan diri: mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan sosial (pengenalan), menerima keunikan diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya (akomodasi), dan menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman; serta                    (2) kesadaran gender: berkolaborasi secara harmonis dengan lain jenis dalam keragaman peran.
2.        Bagi kepala sekolah,
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan bagi kebijakan sekolah, terutama dalam rangka mengembangkan harga diri positif siswanya melalui pemberian fasilitas, wewenang dan dukungan yang memadai kepada konselor di sekolahnya, untuk mengembangkan dan menjalankan program bimbingan yang diorientasikan pada kepentingan siswa, dalam hal ini adalah Harga diri positif yang dikoneksikan dengan peningkatan prestasi akademik para siswa.
Ketiga, untuk peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu psikologi remaja dan ilmu bimbingan dan konseling khususnya berkaitan dengan kajian teoretik-konseptual tentang harga diri terutama pada remaja dan pengembangan intervensi perilaku melalui program bimbingan bidang sosial-pribadi untuk meningkatkan Harga diri siswa SMP.

F.       Asumsi Penelitian
Berikut beberapa anggapan dasar yang melandasi dilaksanakannya penelitian ini.
1.        Seorang remaja yang memiliki harga diri rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga (Suherman, 2008).
2.        Seorang remaja yang memiliki harga diri yang cukup positif, dia akan yakin dapat mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan (Tambunan, 2001).
3.        Perkembangan harga diri individu  dapat dicermati sejak  dini melalui pengukuran yang tepat.
4.        Jika kegiatan layanan bimbingan dan konseling ingin berlangsung efektif dan efisien, maka program yang dikembangkan harus didasarkan pada kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan peserta didik (Kartadinata dalam Juntika & Yusuf, 2001).

G.      Kajian Teoretik
1.        Perkembangan Psikologis Remaja
Istilah remaja sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1998). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1998) yang menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

a.        Pengertian dan Makna Masa Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan  suatu periode  dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak  sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best  of time and the worst of time.
Para ahli umumnya sepakat bahwa  rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini (sekitar 6 – 7 th) terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d.14-15 th);  dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Ditemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :
1)       Freud  menafsirkan masa remaja  sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.
2)       Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.
3)       Spranger memberikan  tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
4)       Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan   sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
5)       G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1)        Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2)       Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3)       Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4)       Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5)       Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.


b.        Problema pada Masa Remaja
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang  mungkin saja dapat menimbulkan problema tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Problema yang  mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :
1)       Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.
Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang  penting, namun ketika  keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body imagedengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja  membutuhkan upaya  pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.

2)       Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.
Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak  mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek  perilaku dan kepribadian lainnya.

3)       Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated  dan merasa rendah diri (http://www.aguschandra.com/search/dasar-filosofispem belajaran-bahasa indonesia-di-sd-kelas-rendah/).
Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya  keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial  yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus  dengan lain jenis dan  jika  tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada,  jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

4)       Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya.  Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada  kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja  dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.  Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak. Upaya untuk memfasilitasi perkembangan remaja menjadi amat penting. Dalam hal ini, peranan orang tua, sekolah, serta  masyarakat sangat diharapkan.

c.        Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
a.      Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b.      Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
c.      Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
d.      Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
e.      Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
f.       Memilih dan mempersiapkan karier.
g.      Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
h.      Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
i.        Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
j.        Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/ pembimbing dalam berperilaku.
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.




2.        Konsep Harga Diri
a.        Pengertian Harga Diri
Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu. Coopersmith (dikutip dalam Burn, 1998) mengatakan bahwa : “Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara singkat, harga diri adalah “Personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”.
Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

b.        Karakteristik Harga Diri
Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998) harga diri mempunyai beberapa karakteristik, yaitu : (a) harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum; (b) harga diri bervariasi dalam berbagai pengalaman; dan (c) evaluasi diri. Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan perilaku menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri dan individu yang memiliki harga diri rendah, akan menunjukkan perhargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Stuart dan Sundeen, 1991 dan Keliat, 1995).

c.        Pembentukan Harga Diri
Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri.
Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998). Harga diri mengandung pengertian”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji . individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain.


d.        Aspek-Aspek dalam Harga Diri
Coopersmith (1998) membagi harga diri kedalam empat aspek:
1)       Kekuasaan (power)
Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.
2)       Keberatian (significance)
Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.
3)       Kebajikan (virtue)
Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
4)       Kemampuan (competence)
Sukses memenuhi tuntutan prestasi.
           
Penelitian ini menggunakan konstruk yang dikembangkan dari konsep Harga Diri dari Bush (Suherman, 2008). Berikut adalah definisi dan keterangan lainnya berkaitan dengan dimensi dan aspek-aspek pembangunnya.
Harga diri (self-esteem) siswa dibatasi sebagai keselarasan antara rasa percaya diri (confidence) yang bersumber dari kualitas total individu, dengan dorongan untuk mencintai diri (self-love) yang bersumber dari pandangan (instrumental) lingkungan.
Secara spesifik, harga diri siswa merupakan keselarasan antara kualitas keyakinan dan kenyamanan (confidence: bersifat intrinsik) siswa terhadap penampilan (appearance), kemampuan (ability), serta kekuasaan (power) dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungan; dengan akumulasi dorongan untuk mengasihi, menghargai dan menyayangi diri sendiri (self-love: bersifat ekstrinsik/instrumental) yang bersumber dari penghargaan sosial (social rewards), perasaan adanya hubungan dengan sumber-sumber kebanggaan yang dialami orang lain (vicarious sources), dan moralitas (morality).
Operasionalisasi variabel di atas secara rinci berdasarkan aspek pembangunnya dijelaskan sebagai berikut.

1)     Aspek rasa pecaya diri (confidence), yaitu kualitas keyakinan serta kenyamanan individu terhadap penampilan (appearance), kemampuan (ability), dan kekuasaan (power) dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, aspek ini terdiri dari tiga sub-aspek berikut.

a)     Penampilan (appearance), yaitu ciri fisik individu (physical features) yang dianggap dapat memunculkan ketertarikan atau menarik (attractiveness) untuk diperlihatkan atau dibanggakan kepada orang lain. Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Tinggi badan yang ideal
(2)    Wajah yang rupawan (cantik atau tampan)
(3)    Berat badan yang ideal
(4)    Warna kulit yang kuning langsat
(5)    Mata yang indah bersih bersinar
(6)    Suara yang lembut (wanita) dan atau berwibawa (pria)
(7)    Rambut yang hitam dan lurus
(8)    Pakaian yang rapi dan atau gaul
b)     Kemampuan (ability), yaitu kapabilitas individu (individual capabilities) yang diyakini memberikan pengaruh (memiliki kemanjuran/efficacy) terhadap keberhasilan. Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Kecerdasan (Inteligence) yang tinggi
(2)    Bakat (talents) yang mendukung
(3)    Keterampilan hasil belajar yang berdaya guna (skill)
(4)    Kepandaian dalam melakukan suatu pekerjaan (performance/kinerja)
c)     Kekuasaan (power), yaitu daya/kekuatan diri yang dimiliki individu untuk mengontrol individu lain, peristiwa, dan atau situasi lingkungan (to control people and event). Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Dominasi terhadap individu lain (dominance), dalam bentuk paksaan (coercion), kompetisi (competition), dan kepemimpinan (leadership)
(2)    Status sosial yang tinggi (social status)
(3)    Kondisi ekonomi (money/uang) yang berlimpah
(4)    Kekuatan mengubah lingkungan (environmental affectance)
2)     Mencintai diri (self-love), yaitu akumulasi dorongan untuk mengasihi, menghargai, dan menyayangi diri sendiri yang bersumber dari penghargaan sosial (social rewards), perasaan adanya hubungan dengan sumber-sumber kebanggaan yang dialami orang lain (vicarious sources), dan moralitas (morality). Oleh karena itu, aspek ini terdiri dari tiga sub-aspek berikut.
a)     Penghargaan sosial (social rewards), yaitu apresiasi lingkungan sosial terhadap individu yang diwujudkan melalui kasih sayang (affection), pujian (praise), dan penghormatan (respect) sehingga individu tersebut merasa dirinya berharga. Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Perasaan dikasihi dan disayangi (affection)
(2)    Perasaan bangga karena dipuji/pujian (praise)
(3)    Perasaan dihormati (respected)
b)     Sumber rasa bangga dari orang lain yang seolah-oleh dialami sendiri (vicarious sources), yaitu instrumental input di luar diri individu yang mendorong munculnya perasaan berharga pada diri. Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Perasaan memiliki hubungan dengan kesenangan/kemenangan orang lain (basking in reflected glory)
(2)    Pantulan/cerminan (reflection) yang menimbulkan rasa bangga dari membandingkan (comparison) antara diri dengan orang lain.
(3)    Kepemilikan yang mendalam terhadap suatu benda sehingga menjadi kebanggaan karena dianggap menggambarkan/ merefleksikan dirinya sendiri (possession).
c)     Moralitas (morality), yaitu kesusilaan yang mendeskripsikan kepatutan; pantas atau tidak; baik atau buruk menurut pandangan diri dan lingkungan. Sub-aspek ini indikatornya memiliki hal-hal berikut.
(1)    Perlakuan yang adil dan jujur (fair and honest) terhadap orang lain
(2)    Perilaku mementingkan kepentingan orang lain (altruism/ keinginan untuk menolong orang lain secara tulus)
(3)    Sikap keberagamaan (religiosity); perilaku yang menjadi kebanggan atau penghargaan terhadap diri karena berhubungan dengan penilaian Tuhan.

e.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Faktor-faktor yang melatarbelakangi harga diri yaitu : (a) pengalaman; (b) pola asuh; (c) lingkungan; dan (d) sosial ekonomi (Coopersmith, dalam Burn, 1998). Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. (Yusuf, 2000).
Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya (Shochih, 1998).
Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Yusuf, 2000). Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup seharihari (Ali dan Asrori, 2004).

f.         Hambatan dalam Perkembangan Harga Diri
Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah : Perasaan takut , yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear). Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya.
Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah.
Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya.
Perasaan salah yang pertama dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan kriteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya.
Perasaan salah yang kedua adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri.

g.        Harga Diri Remaja
Menurut Flemming & Courtney (1984) dalam Frey (1994) mengemukakan bahwa harga diri pada remaja dibagi menjadi lima aspek, yaitu:
1)       Perasaan ingin dihormati, yaitu perasaan ingin diterima oleh orang lain, perasaan ingin dihargai, didukung, diperhatikan, dan merasa diri berguna.
2)       Percaya diri dalam bersosialisasi, yaitu merasa percaya diri, mudah bergaul dengan orang lain, baik baru dikenal maupun baru dikenal.
3)       Kemampuan akademik, yaitu sukses memenuhi tuntutan prestasi ditandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan bermacam-macam tugas pekerjaan dengan baik dan benar.
4)       Penampilan fisik, yaitu kemampuan merasa diri punya kelebihan, merasa diri menarik, dan merasa percaya diri.
5)       Kemampuan fisik, yaitu mampu melakukan sesuatu dalam bentuk aktivitas, dapat berprestasi dalam hal kemampuan fisik.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan harga diri pada remaja, seperti yang dikemukakan oleh Dariuszky (2004), yaitu :
1)       Berikan perhatian secara pribadi disaat mereka membutuhkan. Mendengarkan perkataannya dengan seksama, tetap menatapnya dan memperlihatkan bahwa kita memahami apa yang dirasakannya. Dengarkan tanpa memberikan penilaian dan tidak perlu mengkomentarinya.
2)       Perlihatkan kasih sayang dalam bentuk ucapan maupun tindakan;, dengan tersenyum hangat dan berikan sentuhan.
3)       Berikan pujian secara spesifik dengan memberitahukan bahwa kita menyukai apa yang dilakukannya.
4)       Jelaskan apa yang baik dan tidak baik dari ucapannya maupun tindakannya.
5)       Lakukan sesuatu yang khusus supaya dapat memuaskan kebutuhan atau memintanya dalam hal tertentu.
6)       Jelaskan dan tegaskan bakat istimewa yang dimilikinya.
7)       Hargai prestasi baiknya mulai dari yang sederhana dengan senyum dan pujian.

3.        Ragam Layanan  Komponen Program BK di Sekolah
Setelah munculnya struktur program pada kurikulum 1984, yang terdiri atas program inti dan program pilihan, serta dicantumkannya bimbingan pada  Undang-Undang Sistem Pendidikan No. 2 tahun 1990 yang disusul dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 28 dan 29 Tahun 1990, dan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006, bimbingan dan konseling ditempatkan sebagai suatu layanan pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik untuk membantu mereka dalam mengarahkan perencanaan masa depannya sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum, dan institusi sekolah pada khususnya, sehingga keberadaan bimbingan dan konseling bukan merupakan kegiatan insidental yang diada-adakan tetapi sebagai konsekuensi logis dari undang-undang tentang Sisdiknas. Sehubungan dengan keharusan itu, maka pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik harus menekankan kepada semua aspek kebutuhan peserta didik, baik yang berkenaan dengan aspak pribadi, sosial, akademik, karier, maupun nilai. Kelima aspek tersebut harus terangkum ke dalam empat layanan pokok bimbingan dan konseling, yaitu (Muro & Kottman, 1996; Suherman, 2007).
a.             Layanan dasar, yaitu aspek layanan yang berorientasi keseluruh peserta didik dan menyangkut seluruh aspek perkembangan kehidupan peserta didik.
b.             Perencanaan individual, yaitu langkah bantuan untuk membantu memilih dan memutuskan masa depannya baik yang berkenaan dengan pribadi sosial, pendidikan maupun karier secara umum.
c.             Layanan responsif, yaitu langkah yang berupa bantuan khusus untuk menangani kesulitan-kesulitan siswa dalam memilih dan membuat keputusan yang tepat, etis, dan harmonis dalam kehidupannya.
d.             Dukungan sistem, yaitu langkah yang bertujuan untuk mendukung aktivitas bimbingan dan konseling, baik berkenaan dengan sistem pelayanan, personel, maupun fasilitas lain yang diperlukan.
Keempat komponen di atas dikenal dengan mengacu kepada bimbingan konseling perkembangan. Proses bimbingan dan konseling perkembangan meliputi empat komponen program, yaitu  layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem. 
Layanan Dasar Bimbingan.  Layanan ini merupakan layanan bantuan bagi seluruh anak melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas yang disajikan secara sistematis dalam rangka memabantu anak mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Layanan ini bertujuan untuk membantu semua anak agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya. Tujuan layanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya membantu anak  agar:  (1) memiliki kesadaran dan pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengindentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang memadai bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Layanan Responsif. Layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi anak yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera (immediate needs and concerns). Layanan ini bertujuan untuk membantu anak dalam memenuhi  kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini atau anak yang dipandang mengalami hambatan (kegagalan) dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.  Indikator dari kegagalan itu berupa ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri atau perilaku bermasalah, atau malasuai (maladjusment).
Layanan Perencanaan Individual. Layanan perencanaan individual dapat diartikan sebagai layanan bantuan kepada semua anak agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Tujuan layanan ini adalah  membantu anak membuat dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan dan sosial pribadinya.  Membantu anak memantau dan memahami pertumbuhan dan perkembangan sendiri kemudian merencanakan dan mengimplemen-tasikan rencana-rencana itu sesuai dengan pemantauan dan pemahamannya itu.
Dukungan Sistem (system support). Ketiga komponen program di atas, merupakan pemberian layanan BK kepada  anak secara langsung.  Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen program yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada anak atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik.  Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan dan konseling secara menyeluruh melalui pengembangan profesional; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan. Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing  dalam rangka memperlancar penyelenggaraan ketiga program layanan di atas.  Sedangkan bagi personel pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah.

H.      Metode Penelitian
1.        Metode, Pendekatan dan Disain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan sifatnya deskriptif-pengembangan (Sevilla, et. al., 1993: 81-84). Deskriptif karena penelitian ini mendeskripsikan atau   menjelaskan kondisi objektif dari peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Kondisi yang dimaksud adalah harga diri siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung. Sebagaimana dijelaskan Sudjana & Ibrahim (1989: 52) bahwa metode penelitian deskriptif digunakan apabila bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang.
Masalah penelitian yang tepat dikaji melalui metode deskriptif biasanya berkenaan dengan bagaimana kondisi, proses, karakteristik, dan hasil dari suatu variabel. Hasil dan kesimpulan dari penelitian deskriptif pada umumnya hanya mendeskripsikan konsep dan variabel yang diteliti, mendeskripsikan perbedaan konsep dan variabel, atau menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya. Dalam  penelitian ini variabel yang dideskripsikan adalah Harga diri siswa.
Kemudian metode yang sifatnya pengembangan digunakan karena pada akhirnya deskripsi yang diperoleh dari pengambilan data lapangan tentang Harga Diri siswa, merupakan dasar bagi pengembangan program bimbingan bidang sosial-pribadi dalam rangka meningkatkan Harga Diri siswa – ke arah yang lebih positif, terutama hubungannya dengan optimalisasi prestasi akademik siswa.
Dari segi pendekatan analisis dan pengumpulan data digunakan pendekatan gabungan (mix method) antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif (Sugiyono, 2006). Penggunaan pendekatan kuantitatif dikarenakan data-data serta sumber data dijaring melalui proses kuantifikasi antribut psikologis melalui kuisioner khususnya yang dikembangkan secara standar memenuhi validitas dan reliabilitasnya, selain juga karena perhitungan analisis data yang menggunakan teknik-teknik  statistik. Pendekatan kualitatif digunakan karena pada proses pengumpulan data menggunakan teknik wawancaran dan studi dokumentasi yang analisis datanya juga menggunakan teknik cross-cheque triangulasi data. Berdasarkan metode, pendekatan kemudian rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka disain penelitian yang akan dijalankan akan tampak seperti gambar 1.

Gambar 1. Disain Penelitian
2.        Instumen Penelitian
Ada dua data utama yang ingin diperoleh pada penelitian ini, yaitu data tentang profil harga diri siswa dengan data profil penyelenggaraan program kegiatan bimbingan yang telah ada kaitannya dengan harga diri. Untuk yang disebutkan pertama alat ukur disediakan dengan mengembangkan sendiri secara baku berdasarkan konstruk yang diperoleh hasil kajian teoretik dengan kriterian valid pada nilai korelasi item-total p < 0,05 sedangkan indeks reliabilitasnya r > 0,70 (Sugiyono, 2006). Kemudian untuk data yang kedua dijaring melalui wawancara dan studi dokumentasi melalui pengembangan pedoman khusus berdasarkan konstruk program yang dikemukakan buku panduan dari ABKIN dan Diknas (2007).

3.        Populasi dan Sampel
Populasi adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung. Teknik sampling yang digunakan adalah proportional-random sampling (Sevilla, et. al., 2003) dengan cara mengambil 25% masing-masing kelas yang ada pada kelas VIII SMP Negeri Bandung.

4.        Analisis Data
Analisis data menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif mencakup penormaan menggunakan skor ideal, standar deviasi, dan kategorisasi persentase. Sedangkan untuk pendekatan kualitatif analisis data dilakukan dengan melihat masukan dari judgmen pakar, uji keterbacaan model program yang dikembangkan termasuk masukan terhadap alat ukur harga diri siswa SMP melalui triangulasi data.

I.         Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dilaporkan dalam wujud skripsi. Skripsi yang dimaksud disusun atas lima bab. Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian dan sekilas tentang metode penelitian. Bab II Kajian Teoretik meliputi konsep perkembangan remaja, konsep harga diri, pengembangan program BK di sekolah, dan beberapa penelitian terdahulu.
Bab III Metode Penelitian mencakup definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, persiapan, pelaksanaan dan analisis data penelitian. Sedangkan bab IV tentang hasil dan pembahasan penelitian mencakup deskripsi dan uraian bahasan hasil penelitian dan pengembangan program serta keterbatasannya. Bab V Penutup meliputi simpulan dan rekomendasi.

J.        Agenda Kegiatan Penelitian
Waktu penelitian adalah empat bulan terhitung mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2010. Urutan kegiatan beserta jadwal pelaksanaannya disajikan pada tebel 1 sebagai berikut.

Tabel 1.  Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No.
Nama Kegiatan
Pelaksanaan Bulan ke



1
2
3
4



01.
Persiapan


a.
Penyusunan, penyerahan dan revisi proposal
*







b.
Merumusan formula konsep harga diri siswa
*







c.
Mengembangkan blue print  konstruk instrumen
*







d.
Judgement instrumen

*






e.
Ujicoba instrumen dan revisi

*





2.
Pelaksaan


a.
Mengumpulkan data dari siswa


*





b.
Melakukan wawancara dan studi dokumentasi  


*





c.
Menyusun program


*





d.
Melakukan validasi pakar dan praktisi sekaligus merevisi berdasarkan masukan yang diperoleh



*





3.
Penyusunan Laporan Skripsi dan Ujian


a.
Penyusunan laporan hasil penelitian


*





b.
Pengiriman laporan hasil penelitian



*




c.
Ujian sidang



*
















K.      Daftar Pustaka
Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds).
Ali, M & Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja : Perkemnbangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
Atkinson (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azwar, S. 1999. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563
Bringham, J.G. 1991. Social Psychology. New York: Harper Gillins Publisher Inc.
Burn, R.B (1993). Konsep Diri : teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih bahasa oleh Eddy. Jakarta: Arcan.
Coulhorn, J.F., & Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. New York: McGraw-Hill Publishing Company.
Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge.
Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins
Dariuszky, G. 2004. Membangun Harga Diri. Bandung : CV. Pionir Jaya.
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology (6th ed.). California : Brooks / Cole Publishing Company.
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (2001). Buku Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah & Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa. Direproduksi oleh Proyek Peningkatan Kesehatan Khusus APBD 2002.
Frey, D.C. (1994). Enhauching Selg Esteem. USA: Accelerated Development Inc.
Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Helmi, F.A. 1995. Konsep dan Teknik Pengenalan Diri. Buletin Psikologi, 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.
Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1974. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd.
Kozier, B (1991). Fundamental of Nursing : Concept, Process, and Practice. Fourth Edition. California : Addison-Wesley Publishing Company.
Mappiare, A. (1992). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Mordoko, E.W.H. 1994. Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal pada Remaja. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill
Pudigjogyanti, Clara. R. 1995. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta : Arcan.
Poedjijogdjanti, R.G. 1993. Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Penelitian Unika Atmajaya.
Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon
Rina, Oktaviana. (2004). Hubungan Antara Harga Diri dengan Terhadap Ciri-ciri Perkembangan Sekunder dengan Konsep Diri Remaja Putri SLTP 10 Yogyakarta. Skripsi: Tidak diterbitkan
Stuart & Sundeen (1998). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. 6 th. Ed. Philadelphia: The C V Mosby.
Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.
_______. 1991. Adolocent Development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd.
_______. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja: Dimensi-Dimensi Perkembangan. Bandung: CV Mandar Maju.
Suryabrata, S. 1992. Hubungan Motivasi Agresi dan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Siswa SMPse-Jawa Tengah. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Walgito, B. 1993. Konsep Diri, Harga Diri dan Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi, 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Teori Probabilitas

ELTRAMUS PGSD

Akuarium Ku

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info
Blogger Templates
Diberdayakan oleh Blogger.